Sabtu, 24 September 2016

Cerita Tentang Beasiswa Bidik Misi

Fatamorgana Perguruan Tinggi

Awalnya aku tak pernah berfikir untuk bisa duduk di bangku perguruan tinggi. Serasa dulunya itu sangatlah mustahil bagiku, karna aku sadar bahwa orangtuaku tak akan mampu membiayaiku untuk kuliah.
Menyelami kembali masa lalu yang kini masih saja membuat hati gemetar. Sejak kecil aku terlahir dari keluarga biasa. Berlatar belakang keluarga yang menganggap perguruan tinggi hanya untuk mereka yang kaya. Ketika masa taman kanak-kanak aku sudah mulai berfikir masa depan, ya sebuah khayalan anak kecil yang meniru jejak orang-orang disekitarnya. Saat itu aku bermimpi, bahwa kelak aku ingin melanjutkan studi di Sekolah Menengah Kejuruan dan selanjutnya bekerja di tempat yang enak seperti pegawai negeri di lingkungan rumahku. Mimpi anak kecil yang terlalu polos.
Hari berganti bulan, bulan berganti
tahun. Mimpiku di Taman Kanak-kanak menjadi nyata. Aku duduk dibangku SMK dengan harapan yang sama. Menggenggam harapan bahwa usai di sekolah ini aku akan bekerja untuk membantu ekonomi keluargaku. Namun, kulihat tahun demi tahun kakak tingkatku banyak yang melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Hingga aku menginjak bangku kelas 3 SMK disinilah langkahku dimulai. Aku berhasil memperoleh beberapa prestasi yang tak pernah kudapat sebelumnya. Aku heran. Karena dari dulu aku mengikuti perlombaan tidak pernah membawa pulang kejuaraan. Namun, kali ini aku dapat mengukir senyum dibibir bapakibuku. Ah sesuatu yang membahagiakan dalam hidup. Hal inilah yang memotivasiku untuk melanjutkan ilmuku agar tak berhenti dibangku SMK saja. Cerita tentang bangku kuliah yang begitu hebat yang melahirkan manusia-manusia berbakat. Sejak kelas 3 SMK itu mulailah tergambar difikiranku untuk kuliah. Namun disisi lain, logikaku kembali protes. “Bagaimana mungkin kamu bisa kuliah? Sadar diri! Lihat kondisi orangtuamu, memang siapa yang bisa membiayai kuliahmu? Benar-benar tak tahu diri” pikiran itu yang membuatku harus membenamkan mimpi-mimpi dalam anganku.
“Nak, apakah kau benar-benar ingin kuliah? Bapak ibumu tak mampu membiayaimu, kami masih punya tanggungan adikmu yang masih sekolah juga. Maafkan kami yang tak mampu mewujudkan keinginanmu.” Ya Allah bagaimana mungkin aku bisa menyusahkan kedua orangtuaku lagi? Bagaimana mungkin keegoisanku bisa separah ini.
Ternyata dimana ada niat disitulah ada jalan. Aku mencari informasi mengenai beasiswa Bidikmisi. Betapa senangnya saat kutahu ini merupakan salahsatu kesempatan untukku menginjak ranah perkuliahan. Akupun mendaftar, melengkapi seabrek persyaratan yang beraneka macam. Sempat putus asa, karena berkas yang tak kunjung lengkap. Namun, aku tetap berusaha, mungkin inilah jalan yang disediakan bagiku untuk bisa seperti kawan-kawanku.
Selanjutnya, aku masuk di Universitas Negeri Malang (UM) melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) Bidikmisi. Akan tetapi, setelah pengumuman SBMPTN ternyata aku masih harus menunggu pengumuman Bidikmisi dari Dikti yang saat itu akan diumumkan tanggal 3 Agustus 2016. Sebelum itu, pada tanggal 26 Juli aku harus melakukan registrasi ulang ke UM. Berangkat dari Ponorogo ke Malang kala itu merupakan suatu anugerah karena aku mengunjungi kota ini dengan harapan akan menjadi mahasiswa disana. O iya sekedar berbagi cerita aku dulu mengambil Pangkalan Lokasi (Panlok) tes SBMPTN di Surabaya namun pilihan universitasku yang pertama tetaplah UM. Karena saat itu aku bertekad apabila aku gagal, setidaknya aku tidak mau mengulang kegagalanku di Malang lagi.
Hari registrasi ulang kala itu adalah hari Selasa. Perjuanganku dimulai. Aku menyerahkan berkas Bidikmisiku kepada petugas. Petugaspun mengecek berkas-berkasku. “Mbak, Bidikmisinya tidak lolos silahkan membayar di bank terlebih dahulu sebesar Rp3.500.000”. aku terdiam, serasa dihantam ombak yang bergejolak. Bagaimana mungkin? Bukankah pengumuman Bidikmisi adalah tanggal 3 Agustus? Akupun pasrah dan berjalan gontai keluar dari gedung Graha Cakrawala. Kalian tahu bagaimana rasanya di PHP kan? Lebih dari itu, aku kecewa. Ya Allah.. cobaan apalagi ini? kemarin aku berjuang meyakinkan bapak ibuku bahwa aku bisa kuliah dengan beasiswa, selanjutnya Allah mengujiku dengan tak lolos seleksi SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri), lalu berjuang mati-matian dalam SBMPTN, hingga Dia menakdirkan aku untuk lolos. Dan kali ini harapan kuliahku kandas karena beasiswaku gagal. Sempat berfikir bahwa Tuhan tidak adil, yang biasa mendapat banyak sedang yang berjuang tidak mendapatkan apa-apa. Akupun duduk dipinggir trotoar depan pintu masuk Gracak. Sendiri. Berusaha menata emosi, berusaha menerima kenyataan, berusaha mengubur mimpi yang telah kubawa dari Ponorogo. Kulihat berseliweran mahasiswa baru tersenyum dengan memakai jas almamater UM. Pedih. Oh Tuhan, aku harus bisa menerima kenyataan. Airmatapun sudah tak dapat terbendung lagi. Sampai akhirnya kudengar suara dari dalam gedung “Bagi peserta SBMPTN Bidikmisi silahkan ke gedung O3”. Ada setitik cahaya disana. Semua peserta Bidikmisi berbondong-bondong pergi ke gedung itu, akupun turut melangkahkan kakiku kesana. Hal pertama yang harus dilakukan adalah antri. Ternyata banyak sekali kawan-kawan yang senasib denganku. Sebagian besar dari mereka tidak tahu tentang pengumuman Bidikmisi, mereka merasa di bodohi karena ternyata pengumuman sudah keluar sejak tanggal 22 Juli. Dan bodohnya aku juga tidak tahu sama sekali. Mungkin ini salahsatu takdir Tuhan dalam menulis skenario hidupku. Karena apabila sebelum tanggal 26 Juli 2016 aku sudah tahu hasilnya, maka bisa dipastikan aku tidak akan berangkat ke Malang.
Gilirankupun tiba, aku memasuki ruangan yang tidak kutahu siapa orang-orang yang ada didalam sana. Hanya yang kutahu mereka berlatar belakang seorang dosen maupun dekan. Aku duduk didepan ibu paruh baya yang merupakan ketua jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi, ibu Nurika. Perbincangan dimulai. akupun bertanya sesuai dengan unek-unek yang ada difikiranku sekarang. Beliau mengatakan bahwa aku harus membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar Rp3.500.000 dan apabila aku mengundurkan diri aku tidak perlu melakukan registrasi. Air mataku mengalir.
“Baiklah Bu, lebih baik saya mengundurkan diri karena saya niat kuliah itu nekat, sebenarnya orangtua saya tidak mengizinkan saya kuliah. Namun, saya berusaha meyakinkan mereka , saya berusaha meluluhkan hati mereka bahwa saya bisa kuliah dengan mengandalkan Bidikmisi ini”. tangisku semakin menjadi, hampir setengah jam aku berada di hadapan ibu kajur ini, hingga akhirnya aku disuruh berkonsultasi dengan Dekan 2, Pak Nashik.
Sama dengan yang kuceritakan pada bu Kajur, aku masih bersikukuh untuk mengundurkan diri. Namun pak Nashik jutru memotivasiku.
“Kamu jangan putus asa dulu, banyak diluar sana yang ingin berada diposisi kamu ingin ada dijurusanmu dan kamu disini malah mau membuang kesempatan itu? Coba dikonsultasikan dengan orangtua”. Sekali lagi aku masih menangis dihadapan orang lain dan sekarang adalah didepan bapak Dekan.
“Mohon maaf Pak, meskipun orangtua saya mengusahakan untuk membayar UKT  semester ini, bagaimana dengan nasib saya kedepannya? Orangtua saya dapat uang darimana? Sedangkan kuliah membutuhkan banyak biaya mulai dari uang kos, buku, dan makan. Orangtua saya mendukung karena adanya Bidikmisi, Pak. Apabila Bidikmisi saya tidak lolos maka saya harus merelakan untuk tidak kuliah, karena orangtua saya sudah berpesan demikian. saya tidak mau memaksakan kehendak orangtua saya. Karena ridho orangtua yang nantinya ikut andil dalam masa depan saya” Entah sudah berapa lama aku menangis, raut muka yang sudah berantakan. Hampir tiga jam aku berada diruangan itu. Aku adalah peserta yang masuk ruangan awal dan keluar paling akhir.
Pada akhirnya, ditengah keputusasaanku. Pak Nasikh seakan memandangku dengan perasaan iba, beliau memintaku untuk membayar uang registrasi semampuku dan untuk kedepannya akan diusahakan lagi. Berbekal dana Rp100.000,- akupun membayar uang kuliah. Jujur saat itu aku masih ragu, apakah keputusan yang kuambil ini benar? Aku takut mengecewakan kedua orantuaku atas keputusan ini.
Tiga minggu kemudian. Serangkaian kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) pun ku ikuti, hingga satu minggu masa perkuliahan. Aku masih belum menyangka jika sekarang aku benar-benar mengenyam perguruan tinggi. Aku.. Ika Rahmawati bisa kuliah di UM? Seakan sesuatu yang masih fatamorgana. Bidikmisiku belum pasti aku belum tenang mengenyam pendidikan disini. Hingga pada tanggal 22 Agustus kemarin aku dipanggil ke A3 guna pencalonan Bidikmisi yang belum lolos. Alhamdulilah setidaknya inilah kesempatanku lagi. Satu setengah bulan kujalani perkuliahanku, harap-harap cemas. Selalu bersiap untuk angkat kaki apabila Bidikmisiku tidak tembus.
Tanggal 4 September ku buka akun Bidikmisiku, ada gambar lonceng disana. Tempat notifikasi. Akupun mengklik lalu muncullah tulisan “Selamat! Anda telah ditetapkan menjadi penerima bidikmisi oleh Universitas Negeri Malang”. Ya allah… senang bukan kepalang. Sekarang aku sedikit lega meskipun masih ragu, karna Surat Keputusan Rektor tentang Penerima Bidikmisi belum keluar sampai detik ini.
Tanggal 18 September aku mendapat berita dari teman seperjuanganku di mana akun Siakadnya sudah menunjukkan bahwa Ia lolos Bidikmisi. Kuikuti langkahnya, kubuka akun Siakadku. Dan sepersekian detik aku tercengang, banyak mengucapkan tahmid, takbir, dan tahlil. Aku lolos !!! Aku benar-benar lolos. Terimakasih atas doa kedua orangtuaku, guru SMK ku, serta kawan-kawanku. Tanpa kalian aku bukanlah apa-apa. Kalian adalah penyemangatku. Motivasi kenapa aku berjalan sejauh ini.
Allah itu Maha Adil, Dia Tahu mana yang terbaik untuk hambanya. Dia selalu tepat waktu, Dia selalu memberi sesuai dengan porsinya masing-masing. Tidak memberikan apa yang aku inginkan, tetapi Dia memberikan apa yang aku butuhkan. Dia ingin melihat seberapa besar perjuanganku dalam menuntut ilmu. Dan sekarang tugasku adalah mewujudkan segala mimpiku dan mimpi kedua orangtuaku. Di jalan ini, jalan yang dipilihkan ilahi. Aku harus menjadi insan yang bermartabat, berguna untuk sesama. Berjuang untuk menggapai prestasi.

Itulah sedikit kisahku. Dari kegagalan ini aku mengerti bahwa dibalik segala keterbatasan yang ada, Allah selalu memberikan jalan kepada hamba-Nya. Setiap orang punya harapan, setiap orang punya kesempatan, dan yang jelas setiap orang berhak untuk bermimpi. Maka berjuanglah, untuk mewujudkan impian itu. Sehingga, kita tidak hanya seonggok daging yang punya nama. Salam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar