Siapa yang
tidak mengenal Ponorogo? Sebuah kabupaten di Jawa Timur yang terkenal budaya
kesenian reog. Namun, banyak orang tidak tau jika Ponorogo juga memiliki batik
corak khas tersendiri. Secara kebudayaan, batik masuk ke Kota Reog sejak abad
ke 15 Masehi, ketika Ki Ageng Hasan Besari Tegalsari menikah dengan salahsatu
putri Keraton Surakarta. Pada saat itu kebudayaan Keraton Surakarta di bawa ke
Ponorogo termasuk budaya batik. Sehingga, awal abad ke 20 sekitar tahun
1900-1930an merupakan era dimulainya industri batik di Ponorogo. Karena adanya
akulturasi budaya maka corak dan motif batik Ponorogo banyak mengangkat tema
flora dan fauna yang motifnya condong ke daerah Solo dan Jogjakarta.
Batik
klasik Ponorogo ini merupakan
motif batik merak berlatar warna ireng yang diilhami dari kesenian reog yang
menjadi ikon daerah Ponorogo. Motif merak yang sangat kental dengan kesenian
budaya tradisional Ponorogo memiliki arti keindahan yang dikemas dengan
kemewahan bulu-bulu burung merak. Bentuk dasar ragam hias motif burung merak
hijau (pavu muticus) adalah seekor merak yang sedang mengembangkan
bulu ekor yang panjang bagai sebuah kipas nan molek. Ide dasar dari motif ini
menurut penulis dapat didefinisikan sebagai hidup yang sejatinya dipenuhi
keindahan. Meski terkadang hadir ketidaksesuaian namun selalu ada celah untuk
merasakan keindahan. Keunikan motif ini tidak hanya ada seekor burung merak
namun hadir bersama dengan motif lainnya yaitu berbaur dengan helai demi helai
bulu merak yang ditata secara acak. Komponen warna hijau yang mendominasi serta
warna lainnya seperti hitam, merah, emas dan kuning memiliki warna yang
diyakini dapat mencerminkan kepribadian masyarakat Ponorogo. Keindahan motif
merak sendiri juga dapat dibuktikan dengan dijadikannya simbol burung merak
sebagai inspirasi budaya di berbagai negara seperti di Myanmar, Malaysia dan
Tiongkok.
Batik corak
khas Ponorogo ini merupakan fashion yang menjadi list wajib saat momen-momen
penting di Kota Reog. Tidak hanya pada kegiatan Grebeg Suro dan Pemilihan
Kakang Senduk Ponorogo, namun pemerintah daerah juga memberikan peraturan bahwa
batik khas Ponorogo juga harus menjadi pakaian wajib bagi para pegawai
pemerintahan dan akademisi dalam menjalankan tugas di hari-hari tertentu.
Selain itu adanya pengakuan UNESCO yang menetapkan Batik Indonesia sebagai
warisan kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the
Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009, harus
memberikan asupan motivasi pada generasi muda dalam melestarikan budaya batik
yang ada. Batik inilah yang sejatinya dapat dijadikan manifestasi dari
kebijaksanaan dan kejeniusan budaya lokal. Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan
sinergi yang solid dari seluruh elemen masyarakat dan institusi terkait untuk
membuat batik corak khas Ponorogo menjadi dikenal di era milenium sekarang.
Sehingga, pelestarian baik dalam industri, budaya dan unsur seni batik corak
khas Ponorogo dapat berkembang secara maksimal.